Ini tentang
kisahku. Kisahku yang sedang berjuang untuk hidupku, berjuang untuk anak yang
ku kandung. Aku wanita 22 tahun yang terpaksa tak melanjutkan pendidikanku,
wanita yang terpaksa menjual kehormatanku. Aku wanita yang tak ada satu
orangpun yang mengingat namaku, yang tak ada seorangpun yang bersedia menjadi temanku.
Aku wanita yang biasa mereka panggil jalang. Ya, ini kisahku tentang kejamnya
dunia.
Aku dilahirkan
dari rahim seorang wanita kupu-kupu malam, mereka menyebutnya pelacur. Jangan
tanya siapa ayahku, aku tak tahu. Bahkan ia tak bisa memastikannya, baginya aku
hanya sebuah kesalahan yang tak pernah ia inginkan. Dia bahkan tak pernah
memperlakukanku layaknya perlakuan ibu kepada anaknya. Dia membuat hidupku
begitu hina. Dia membuat semua orang memandangku rendah. Dia yang ku panggil
Ibu adalah wanita yang menjualku. Ibuku memaksaku untuk mengikuti jejak
langkahnya sebagai wanita penghibur. Setiap malam aku dipaksa untuk melayani
pria-pria hidung belang langganannya, mereka begitu menjijikkan. Ibuku bilang
ini adalah satu-satunya cara untuk membalas semua pengorbanannya yang telah
melahirkanku dan membesarkanku.
###
“Aku tak ingin
melakukannya lagi !!! Berhenti membuatku lebih hina lagi!!” Aku selalu mengatakan itu kepadanya, tapi
ibuku tak pernah mendengarkan. Dia selalu saja memaksaku untuk menghasilkan
uang dari cara kotor itu. Bahkan ketika aku bersikeras untuk tidak
melakukannya, dia akan memukul dan mengurungku diruang sempit yang gelap, tanpa
diberi makan.
“Tanpa melakukan
itupun, kau sudah hina! Di dunia ini tidak ada manusia yang suci, mereka
menutupinya dengan topeng kepalsuan. Kau harus bersyukur tak perlu memakai
topeng untuk menutupinya.”
“Ya, ibu benar.
Aku sudah hina. Aku hina karena dilahirkan dari rahim wanita sepertimu.
Harusnya kau membunuhku saja!!!!! Aku tidak ingin hidup sebagai anak seorang
pelacur!!!!”
Tiada hari tanpa
kata-kata yang kasar, aku sudah tidak bisa menghormatinya lagi sebagai seorang
ibu. Dimataku dia tidak lebih dari seorang wanita tua yang rendah. Aku
membencinya.
Aku masih
berusia 16 tahun ketika kehormatanku dijual ibuku. Saat itu aku masih tercatat sebagai siswa
disalah satu sekolah menengah atas. Bisa dibayangkan perlakuan seperti apa yang
kudapatkan disekolahku. Tidak ada yang ingin berteman denganku, bahkan
guru-guru sekalipun memandang rendah diriku. Dulu aku berfikir sekolah adalah
tempat yang nyaman, tapi ternyata sama saja. Perlakukan mereka tidak berbeda
dengan orang-orang disekitar lingkunganku. Menghina, mencaci, menatapku rendah,
semua memperlakukanku seperti itu. Sekolah bukan tempat untuk anak seorang
pelacur.
“Hei jalang!!
Menjauh dari pandanganku, kau membuat mataku kotor.”
“Dasar anak
pelacur! Jangan-jangan kau juga sama seperti Ibumu.”
“Orang sepertimu
tidak pantas disini, kau hanya menghancurkan reputasi sekolah kami. Jangan
datang lagi kesini!!!”
“Sampah! Kau
lebih kotor dari sampah!!!!”
Kata-kata itu
yang selalu aku dengar dari mulut mereka. Tak jarang mereka juga melempar
apapun kepadaku. Perlakuan mereka membuatku tumbuh lebih keras lagi, aku bukan
wanita lemah yang akan menangis ketika mereka menghinaku. Aku akan melakukan
dua kali lebih kejam dari yang mereka lakukan. Ketika mereka memukuliku, aku
akan memukulnya lebih kuat lagi, aku akan menghinanya lebih kasar lagi. Aku tak
peduli sikapku ini membuat mereka semakin membenciku, aku hanya tidak bisa
membiarkan mereka menertawai hidupku. Pernah suatu hari salah seorang siswa
yang aku bahkan aku tak mengenalnya, melempar telur kekepalaku.
“Ah...maaf. Aku
tak melihatmu. Anggap saja itu hadiahku untukmu. Kalian sama-sama busuk!” saat
itu aku tak tinggal diam. Aku menghampirinya dan mulai memukulnya.
“Maaf, aku tak
sengaja memukulmu.” Aku melihatnya mulai menangis.
Wanita lemah.
Batin ku.
Kejadian itu
membuatku diskorsing selama 2 minggu lamanya. Tentu saja aku tidak memberi tahu
ibuku. Bahkan kalaupun ia tahu, ia tidak akan peduli. Ibuku memang berbaik hati
membiayai sekolahku, setidaknya dia masih punya satu sisi baik diantara semua
sisi buruknya.
###
Sudah hampir 6
bulan lamanya aku tak pernah bertemu dengan ibuku dan masih tetap tidak berniat
untuk menemuinya. Sejak aku memutuskan untuk meninggalkannya tak ada sedetikpun
aku berniat untuk kembali. Aku meninggalkan sepucuk surat untuknya, tapi kurasa
dia tidak membacanya. Sepucuk surat yang ku tulis dengan harapan dia akan
menyesal dengan semua yang telah ia lakukan. Aku juga menuliskan surat untuk
sesorang yang dulu pernah ku anggap teman, namun dia mengkhianatinya. Seorang
teman yang dulu ku anggap adalah tempat aku bisa berbagi rahasia, tetapi dia
menghancurkannya. Wanita jalang sepertiku juga bisa jatuh cinta. Aku masih
mengingat jelas malam dimana ia memandangku sama seperti yang mereka lakukan.
Dari matanya, aku bisa melihat penghinaan. Satu kata yang keluar dari mulutnya
berhasil menggoreskan luka baru yang sampai sekarang masih meninggalkan bekas.
Luka yang terlalu dalam.
Malam itu
seperti biasanya, aku kembali menjual tubuhku. Mau tak mau aku harus terbiasa
dengan rutinitas kotor ini. Aku harus terbiasa memakai pakaian yang menonjolkan
lekuk tubuhku. Pakaian yang mengundang nafsu para lelaki bejat, dan tentu saja dengan
dandanan semenor mungkin agar dilirik dan dipilih oleh mereka. Seperti barang
murah yang dikemas semenarik mungkin agar dibeli walau dengan harga rendah
sekalipun. Aku melihat lelaki “pembeli” ku dari luar kamar tempat ia menunggu,
samar-samar aku seperti mengenal sosoknya. Ya, dugaanku tepat. Aku mengenalnya.
“Aaahhh,
ternyata mereka benar.” lelaki itu mulai menghampiriku, aku melihat kekecewaan
dari matanya.
“Kau
kesini hanya untuk memastikannya?”
“Kau boleh
dilahirkan dari seorang pelacur tetapi bukan berarti kau juga harus menjadi
sepertinya. Setidaknya kau harus lebih baik dari wanita itu!!! Kau sudah
kehilangan akal! Sudah berapa banyak
lelaki yang menikmatimu? Kau juga menikmatinya? Maksudku kau tidak melakukan
ini karena kau memang menginginkannya bukan? Arrggh, kau benar-benar......”
“Kau sudah
selesai? Aku tidak punya waktu lama, cepat kita selesaikan saja. Banyak yang
harus aku layani malam ini” Kataku tanpa berani menatap matanya.
“Kau bercanda????
Aku tidak akan melakukannya dengan wanita hina sepertimu! Aku pikir kau berbeda
dengan ibumu, tetapi kau sama saja. Darah pelacur mengalir ditubuhmu.”
“Kau benar.
Darah pelacur memang ada ditubuhku. Satu hal yang kau tidak tahu, didunia ini
tidak ada yang bisa dikerjakan dari seorang anak pelacur selain menjadi seorang
pelacur. Bahkan jika adapun, orang-orang akan tetap menyuruhnya untuk
menjajakan tubuhnya. Kau tahu kenapa? Karena didunia ini tidak akan pernah ada
tempat untuk orang sepertiku.”
“Ya, memang
tidak ada tempat untukmu, WANITA JALANG!!!!”
Sejak saat itu,
aku tak pernah bertemu dengannya. Tepatnya aku tidak ingin bertemu dengannya,
dan ku rusa dia juga tidak sudi lagi bertemu denganku. Aku dikeluarkan dari
sekolahku, alasannya seperti yang ku duga. Anak pelacur tidak pantas untuk
sekolah, ah, aku bukan saja anak kupu-kupu malam, tapi aku juga sudah menjadi
kupu-kupu malam.
“Maaf, sekolah
terpaksa memberhentikanmu. Sekolah harus menjaga nama baik. Ibu rasa kamu sudah
dewasa, ini keputusan terbaik untuk kita semua.” Kalimat itu yang aku dengar
dari wali kelasku. Tentu saja aku mengerti maksud sebenarnya. Kebaikan kita
bersama? Yang benar saja, bahkan mereka tidak mendengarkan pendapatku terlebih
dahulu. Tapi aku mencoba untuk tidak mempermasalahkannya. Dunia ini tidak akan
pernah berpihak pada manusia rendahan sepertiku, tak punya uang, penjual tubuh.
0 komentar:
Posting Komentar