“Pernah saya berkata ingin mencintaimu dengan tawa,
ya, hingga sekarangpun saya mencintaimu dengan tawa tanpa luka. Pernah saya
berkata untuk tidak menunggu, ya, hingga sekarangpun saya ingin kau tetap
berjalan, jangan menunggu.”
Lelaki itu
pergi, meninggalkan si gadis yang masih tak percaya, bahwa kisah mereka tak
akan lagi sama. Bukan salah si lelaki ketika dia berkata “Saya sudah terlalu
lelah untuk berjuang kembali seperti dulu” bukan salahnya ketika dia berkata “Semua
sudah terjadi, mari saling melupakan”.
Bukan salah si
gadis ketika dia pergi dan ingin kembali lagi, ketika dia berharap masih
diterima dan diperjuangkan kembali. Ketika dia berkata “Saya menyesal, bisakah
memulai dari awal?”, saat dia berkata “Tidak ada yang sepertimu, tidak ada.”
Waktulah yang
berperan, begitu kejam merubah yang dulu saling cinta kini tak tersisa. Yang
dulu berbagi rahasia kini memendam dendam.
Waktulah yang
berperan, ketika si lelaki berkata “Kau yang memilih, jangan sesali” .
Waktulah yang
berperan ketika si lelaki mulai membangun tembok pertahanannya.
Waktu pulalah
yang berperan ketika si gadis berkata “Saya tidak memilih, tetapi saya terpaksa
memilih”
Dan ketika semua
sudah terjadi, tembok itu semakin tinggi, tidak ada lagi celah. Bukan salah si
gadis ketika dia berpikir untuk menyerah dan berkata “Saya tidak bisa berjuang
seperti saat kau berjuang dulu”.
Sudah terlalu
tinggi untuk di panjat, sudah terlalu kuat untuk dirobohkan, dan ketika si
lelaki berkata “Sudah tidak bisa” berakhirlah semua.
Namun, detik ini
waktu tidak berperan lebih cepat, waktu tidak menghapus rasa yang ada, sengaja
ia sisakan untuk dijadikan luka. Jadi, ketika si lelaki sudah tidak akan
berbalik, si gadis hanya tinggal menunggu waktu untuk berkata “Saya akan
mengambil arah berbeda denganmu, tidak lagi di belakangmu, tidak lagi berharap
berjalan disampingmu, atau tidak lagi ingin berlari denganmu.”
Hanya menunggu
waktu berperan, demi hatinya yang telah usang, si gadis tak lagi berharap.
Hanya menunggu
waktu berperan, entah kapan, tetapi si gadis percaya dia bisa berkata “Terimakasih,
semoga bahagia.”
Tidak menunggu
waktu berperan, demi hatinya yang tersakiti, si lelaki tak akan lagi kembali.
Tidak menunggu
waktu berperan, ketika si lelaki dulu pernah berkata “Bahagiaku denganmu” berubah
menjadi “Semoga aku bahagia meski tanpamu”.
0 komentar:
Posting Komentar