Tuan, aku dipersimpangan jalan.
Tersesat, tapi tak berharap kau ajak pulang.
Ku dengar rumahmu penuh mawar? Ku beri tau satu hal, jangan tertusuk durinya, neraka di depan mata.
Tuan, ku telan kata-katamu, lalu muntah hitam pekat.
Badanku kini tinggal tulang, tersisa sedikit dendam.
Ku lihat kau tertawa, meronalah pipimu.
Gila kataku. Tak bermuka.
Tuan, jangan kira ku sudah tak cinta.
Demi Tuhan rasa masih sama hanya saja luka begitu menganga.
Ku dengar kata pujangga, benci dan cinta tak ada beda.
Tuan, matilah.
Matilah bersama sumpah serapahku.
Terbaringlah di atas derita-deritaku.
Terbakarlah bahagia-bahagiamu.
Tapi Tuan, ku potong lidahku terputus doa burukku.
Aku memaafkanmu Tuan, memaafkanmu untukku.